JAKARTA, SULTRA POS, COM–Ratusan warga dari Aliansi Rakyat Petani Medulu–Lalonggombu, Konawe Selatan (Konsel), melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI dan Kementerian ATR/BPN RI, Rabu (15/10).
Mereka menuntut pemerintah menghentikan rencana pembangunan Markas Komando (Mako) Kopassus di atas lahan pertanian yang telah digarap warga selama puluhan tahun.
Koordinator Aksi, Awaluddin Sisila, menegaskan bahwa proyek tersebut berpotensi merampas hak hidup masyarakat. 
“Kami bukan anti pembangunan. Tapi pembangunan tidak boleh mengorbankan rakyat. Tanah yang kami garap turun-temurun bukan tanah kosong, itu sumber penghidupan kami,” ujarnya.
Awaludin menyebut, pemerintah tidak pernah melakukan sosialisasi atau konsultasi terbuka sebelum memasukkan wilayah itu dalam rencana pembangunan.
“Warga tidak pernah dilibatkan. Tahu-tahu ada patok merah dan kabar bahwa lahan kami akan dijadikan markas militer. Ini bentuk pengabaian hak rakyat,” katanya.
Rahmat Ramadhan, salah satu petani yang turut berorasi, mengatakan sebagian besar warga hidup dari hasil pertanian di lahan tersebut.
“Kami menggantungkan hidup dari ladang dan kebun itu. Kalau diambil, habis sudah penghidupan kami,” ujarnya singkat.
Aliansi menilai kebijakan pembangunan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33, yang menegaskan bahwa bumi dan kekayaan alam harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mereka juga merujuk pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang menjamin hak rakyat atas tanah garapan dan menolak segala bentuk perampasan ruang hidup tanpa dasar hukum yang sah.
Melalui aksi ini, mereka mendesak DPR RI untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap proyek tersebut, serta meminta ATR/BPN RI membuka data penguasaan lahan secara transparan. 
“Kami minta negara hadir untuk menata, bukan menggusur. Jika negara diam, artinya negara menyetujui penderitaan rakyatnya,” tegas Awaluddin yang Juga Sebagai Ketua Umum PKC PMII Sultra
Aksi yang berlangsung damai itu diikuti pula oleh sejumlah kelompok tani dan organisasi masyarakat sipil dari berbagai daerah yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah.
Mereka menyerukan reforma agraria sejati dan penyelesaian menyeluruh atas konflik agraria yang masih marak di Indonesia. (***)





